Gelar Aksi Demo di BPN Lamongan Warga Putatkumpul Pertanyakan PTSL Yang Tak Kunjung Beres

  • Whatsapp

Lamongan | MMC – Kurang Lebih 70 orang warga Desa Putatkumpul, Kecamatan Turi, Kabupaten Lamongan Jatim, menggelar aksi demonstrasi di halaman depan kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Lamongan, Kamis (19/05/2022).

Mereka menuntut pertanggung jawaban atas pelaksanaan program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) Program Tahun 2019, di Desa Putatkumpul, yang dinilai masih belum selesai lantaran patok batas tanah belum dipasang hingga sekarang.

Bacaan Lainnya

Mewakili 1.500 pemohon PTSL, Mohamad Usman, dalam orasinya menyampaikan, pihaknya meminta agar BPN Lamongan segera turun ke Desa Putatkumpul, serta melakukan pengecekan di lapangan dan melakukan pematokan batas tanah atas kepemilikan pemohon.

“Saya mewaliki warga Desa Putatkumpul, menyampaikan aspirasi kepada pihak BPN Lamongan agar pihak BPN bisa segera sidak ke desa kami guna melakukan pengecekan dan pemasangan patok batas tanah. Sehingga masyarakat dapat merasa aman juga tidak menimbulkan masalah yang kerusial di kemudian hari,” ungkapnya.

Senada, Mifta Zaini, ditengah tengah aksi demo yang juga ketua salah satu LSM di Lamongan menyampaikan, bahwa program PTSL di Kabupaten Lamongan adalah salah satu program yang sukses dan meraih penghargaan. Akan tetapi, kenyataan di lapangan atau tepatnya di Desa Putatkumpul belum juga dipasang patok tanah. Menurutnya hal itu tidak sesuai dengan penghargaan yang di dapat BPN.

“Saya meminta agar pihak BPN untuk turun langsung ke desa Putat Kumpul dan melakukan pemasangan patok tanah,” tandas Mifta.

Menindaklanjuti adanya aksi tersebut, Darmawang, mewakili kepala BPN Lamongan, melakukan audensi bersama beberapa perwakilan dari demonstran. Bambang mengatakan, masalah ini seharusnya merupakan tanggung jawab dari pihak pemerintahan desa serta Pokmas.

“Sebetulnya ini merupakan tanggung jawab pihak pemerintahan desa dan Pokmas setempat. Pemasangan patok merupakan pembiayaan di luar BPN, dan itu dari hasil kesepakatan bersama warga pemohon, tentang berapa besaran biaya yang ditentukan atas program PTSL tersebut,” terangnya.

Sementara itu, sejumlah awak media yang bertugas di Lamongan, menyayangkan adanya penolakan keperluan liputan yang dilakukan pihak BPN.
Atmo, salah satu awak media, menilai tindakan pelarangan liputan dinilai telah mencederai Undang-undang Kebebasan Pers.

“Larangan meliput kegiatan demo ini, kita anggap sangat mencederai undang-undang dan kebebasan pers. Kalau alasannya kita tidak boleh masuk karena kapasitas ruangan terbatas, tapi kenapa yang lainnya boleh masuk sedangkan kami tidak boleh,” katanya.

Tak hanya larangan liputan, puluhan wartawan yang bertugas juga tidak diperkenankan untuk wawancara dengan kepala BPN. Pasalnya, kepala BPN mengaku kasus polemik patok tanah milik warga Putat Kumpul sudah selesai.

“Bapak tidak bersedia untuk diwawancarai dan beliau juga mau ada urusan di Surabaya lagi pula urusannya ini sudah selesai,” ujar Adi Cahyono, salah satu petugas keamanan. (Ahmad Zaini)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *